Type : Story
Pairing : Ryo Senada x Gilbert
Status : On-Going
Last Update : Dec 3, 2014
Genres : Shounen-ai, Fantasy, Comedy
By : Ichinose Shiro
.
By : Ichinose Shiro
.
“Ryo! Kau berangkat hari ini, bukan?” terdengar sebuah suara yang memanggilku dari lantai bawah. Otakku secara langsung mengenali suara itu sebagai suara bibiku, yaitu Ryoko Obassan yang telah merawatku sejak aku masih bayi.
“Ha’i!” balasku dengan bersemangat. Begitulah. Hari ini aku akan
berangkat ke luar negeri untuk pertama kalinya dalam hidupku. Tentu saja aku
bersemangat, bukan?
Aku menendang selimutku secara asal-asalan dan bangkit menuruni tempat
tidurku serta berlari ke dalam kamar mandi yang letaknya tidak begitu jauh
hanya dalam kurang dari lima detik. Seperti yang kalian lihat, aku memiliki
kecepatan lari yang mengagumkan. Saat aku masih duduk di bangku sekolah, aku
adalah andalan dari klub atletik yang dipuja-puja olah para juniorku. Dan berkat
kecepatanku inilah aku dapat memasuki universitas khusus olahraga dan berhasil
menjadi atlet profesional seperti sekarang. Membanggakan kau tahu, menjadi
seorang profesional saat masih berumur 22 tahun.
Baiklah, kembali ke hari keberangkatanku. Tak butuh waktu lama bagiku
untuk bersiap-siap karena kebutuhanku yang memang sedikit. Rasanya agak sedih
karena aku harus meninggalkan Ryoko Obassan sendirian tapi kurasa tidak akan
terjadi apa-apa hanya dalam beberapa hari.
Singkat cerita, aku berangkat ke bandara menggunakan taksi dan
menunggu temanku yang juga ikut denganku. Temanku itu –Kasumi Arata- sudah
sering melakukan perjalanan ke luar negeri sehingga kurasa aku akan baik-baik
saja apabila pergi dengannya.
“Oi! Sena!” kudengar suara seseorang memanggilku. Seperti dugaanku,
Arata sedang berjalan meuju ke arahku dengan tergesa-gesa. “Gomen, gomen! Kau
pasti sudah lama menunggu!” ujarnya saat sudah sampai di depanku.
“Sudah kubilang jangan memanggilku Sena!” seruku tidak terima.
“Hm? Kawaii, bukan? Sena.”
jawab Arata dengan wajah polos yang tidak bersalah. Aku memang senang berteman
dengan Arata, tapi sifatnya yang selalu menggangguku itu terkadang membuatku
benar-benar kesal.
“Aku laki-laki, bodoh!” balasku sambil memukulnya dengan sekuat
tenaga. Sebenarnya pukulanku tidak akan berakibat terlalu banyak bagi Arata
yang mempunyai tubuh dan tenaga yang kuat. Berbeda dengan diriku yang mempunyai
tenaga yang lemah tapi stamina yang kuat.
Arata hanya tertawa kecil seakan-akan pukulanku sama sekali tidak berasa.
Tawanya itu hanya membuatku merasa semakin kesal saja. “Cih, sudahlah!
Terserahmu saja!” seruku sambil membalikkan badan dan berjalan meninggalkan
Arata.
“Oi! Sena! Kau marah?” tanya Arata sambil mengejarku dengan suara
memelas. Aku sama sekali tidak membalas perkataannya. “Oi.. Sena..” lanjut
Arata semakin memelas.
Ugh, aku ingin mengerjainya lebih lama lagi, tapi aku tak tahan
mendengar suaranya yang memelas itu. Terkutuklah sifat tak tegaanku ini! “Wakatta
yo! Aku tidak marah lagi, jadi
hentikan rengekanmu itu!” seruku sambil membalikkan badan menatap Arata.
“Hontou wa yo?!” tanya Arata
dengan wajah bersinar-sinar gembira. Ugh, ia semakin terlihat mirip seperti
anak anjing.
Aku baru saja akan mengatakan sesuatu pada Arata ketika tiba-tiba saja
ada seseorang yang menabrak bahuku dari arah yang berlawanan. Aku baru saja
akan membentak orang itu ketika aku melihat wajahnya. Orang itu memiliki
garis-garis wajah yang tegas dan rambut emas yang lembut. Tapi matanyalah yang
paling mencolok. Berwarna hijau seperti lautan bebas yang berkilau. Satu kata
yang cocok untuknya adalah.. ikemen.
“Sumimasen. Maaf karena menabrakmu.” ujar orang itu dengan suara
rendah yang pastinya tidak dimiliki oleh orang Jepang. Aku tidak berkata
apa-apa. Lebih tepatnya, tidak bisa berkata apa-apa.
“Kau..” lanjut orang itu lagi. Aku berdebar-debar menunggu kata apa
yang akan dikatakannya selanjutnya. “..sangat cantik.”
Hah? Hanya satu
kata itulah yang terlintas di kepalaku saat mendengar kata-katanya. Cantik?! Tak pernah terpikir olehkku sekalipun
bahwa diriku itu.. cantik..
“Benar, bukan? Sena sangat cantik! Ka-“ seru Arata membenarkan ucapan
orang itu sambil berbunga-bunga.
“Maukah kau ikut ke negaraku dan menikah denganku?” tanya orang itu
memotong ucapan Arata sambil menggenggam kedua tanganku dengan erat. Pikiranku
buntu. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan atau kukatakan.
“Baiklah! Kalau begitu sudah diputuskan! Kau akan menjadi pendamping
hidupku!” seru orang itu santai.
0 komentar:
Posting Komentar